banner 720x90 banner 720x90
News  

Kejaksaan Negeri Lebak diminta Periksa Legal Standing Usaha Perantara atau Makelar Tanah dalam Kasus Fee Kepala Desa Pagelaran.

Kejaksaan Negeri Lebak diminta Periksa Legal Standing Usaha Perantara atau Makelar Tanah dalam Kasus Fee Kepala Desa Pagelaran.

Pasca ditetapkan kepala desa Pagelaran inisial H, sebagai tersangka terkait penerimaan dana fee yang didapat dari makelar tanah, aktifis menilai ada hal yang menarik dalam kejadian ini.

Menurut Deden salah satu Aktifis, melihat ada sisi yang menarik untuk dibahas dan mengingatkan bahwa dalam perkara hukum fee lahan di Desa Pagelaran yang menjerat kepala desa dan suaminya ini menarik. Lantara didaerahnya saat ini tengah gencar dan jadi trending topik, baik perusahaan dan perorangan yang berminat membeli lahan untuk perusahaan budidaya tambak udang dan begitupun dengan peluang usaha perantara tanah dan properti pun mengikuti trend tersebut.

 

Kepala desa Pagelaran yang ditersangkakan oleh kejaksaan negeri Lebak, mendapatkan komisi atau fee dari pengusaha perantara tanah untuk pembangunan tambak udang senilai 345 juta rupiah akibat dari penerimaan komisi atau fee ini kades ini harus berurusan dengan hukum.

Sementara disisi lain, keuntungan yang didapat dari pengusaha atau perantara tanah yang menghubungkan antara Perusahaan tambak udang warga pemilik tanah ditaksir mendapatkan keuntungan 3,5 milyaran rupiah.

Menurut Deden, Tak ayal berkeuntungan besar karena berdasarkan informasi yang dihimpun makelar atau perantara yang menjadi pembeli dan menjual kembali tanah warga didesa pagelaran membeli seluas tanah 23 hektar dari puluhan pemilik dan penggaran tanah dengan harga bervariatif dan dinilai ugal-ugalan.

Dalam hal ini, kami memperhatikan adanya dugaan aktifitas perdagangan tanah secara ilegal oleh perantara atau makelar tanah ini. Modusnya adalah perantara atau makelar ini mengusulkan harga terhadap perusahaan dengan harga tertentu dan melakukan pembelian tanah dengan harga lebih rendah dari harga penjualan dan nilai selisih keuntungannya pun dinilai ugal-ugalan. Anggaplah ini praktek bisnis atau dagang tanah.

Lantas kemudian, secara legal standing kami melihat kontrak kerja yang dibangun antara perantara dan pembeli tanah ini dicurigai sebagai usaha perantara atau makelar tanah yang tidak memiliki badan hukum usaha yang bersertifikasi dari kementrian perdagangan.

Karena yang kami ketahui, ada regulasi yang mengatur tentang aktifitas usaha perantara properti ini sebagai mana yang kita kenal dengan SIU-P4. Jika perantara atau makelar tanah ini tidak memenuhi ketentuan izin usaha dan sertifikasi sebagaimana ketentuan SIU-P4. Maka proses pemeriksaan terhadap usaha perantara atau makelar tanah ini harus dilanjutkan dan dilakukan pemeriksaan dari sisi legal standing usaha perantara atau makelar tanah ini.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 51 tahun 2017 tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti, perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan perantara perdagangan properti yaitu Bangunan dan/atau tanah harus memenuhi ketentuan izin usaha dan tersertifikasi secara legal.

“Jadi, jika dalam kasus ini pelaku usaha perantara perdagangan properti yang mendapatkan keuntungan tidak wajar dalam kegiatan usahanya ini juga harus menjadi kajian jaksa penyidik dan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap legal standing badan usaha atau usaha perorangan selaku pihak yang menjadi perantara atau makelar tanah tersebut” dikakatakan Deden Haditiya.

Kami mendukung penegakan supremasi hukum yang tengah ditangani kejaksaan negeri Lebak, dan mengapresiasi Agar proses penegakan hukum di kejaksaan negeri Lebak dapat berkeadilan dan menegakan hukum tanpa tebang pilih.

Google search engine