Kasus dugaan eksploitasi dan penyiksaan terhadap para mantan pemain sirkus yang pernah terlibat dalam pertunjukan di bawah naungan Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Taman Safari Indonesia (TSI) kini kembali mencuat ke publik. Meski sebagian besar kejadian diduga terjadi sejak tahun 1980-an hingga 1990-an, para korban baru-baru ini melaporkan pengalamannya ke Kementerian Hukum dan HAM RI, memicu perhatian nasional.
Sebanyak beberapa mantan pemain sirkus yang tergabung di Oriental Circus mengaku mengalami tindakan kekerasan fisik, eksploitasi kerja, tidak digaji, hingga kehilangan identitas diri karena direkrut sejak usia kecil tanpa kejelasan status hukum. Beberapa bahkan mengaku mengalami penyiksaan seperti pemukulan dan penyetruman, termasuk pada bagian tubuh sensitif, yang mereka anggap sebagai bentuk pelatihan kejam.
Kenapa Kasus Taman Safari Ini Viral?
Isu ini viral di media sosial dan pemberitaan arus utama karena beberapa alasan berikut:
-
Pengakuan emosional para korban di hadapan media dan pemerintah.
-
Tudingan bahwa Taman Safari Indonesia dibangun dari jerih payah para korban, yang bertolak belakang dengan citra TSI sebagai lembaga konservasi hewan dan hiburan keluarga.
-
Wawancara langsung dengan Wakil Menteri HAM, Mugianto, yang menyatakan akan menindaklanjuti kasus ini secara serius.
-
Respons dari pendiri Oriental Circus dan Taman Safari, Tony Sumampau, yang membantah keras tudingan penyiksaan, namun dinilai belum cukup menjawab secara menyeluruh.
Kronologi Lengkap Kasus Taman Safari Viral
Berikut ini adalah rangkaian waktu kejadian yang dijelaskan oleh para korban dan pihak terkait:
-
1975–1990-an: Sejumlah anak-anak direkrut dari berbagai daerah oleh pihak yang diduga terkait dengan Oriental Circus Indonesia, dengan janji akan diberikan pendidikan dan kehidupan lebih baik. Namun, mereka mengaku justru dipaksa latihan keras, bahkan mengalami kekerasan fisik.
-
1983: Diduga sebagai awal mula bentuk eksploitasi mulai terjadi secara sistematis, termasuk pemukulan saat latihan dan penggunaan metode ekstrem seperti penyetruman.
-
1997: Kasus ini sempat mencuat dan ditangani oleh Komnas HAM. Namun, proses penyelesaian dinilai tidak tuntas dan korban tidak mendapat kompensasi atau pemulihan hak secara menyeluruh.
-
2024 (baru-baru ini): Beberapa mantan pemain sirkus, termasuk Awaluddin Anton, kembali mengadu ke Kementerian Hukum dan HAM. Mereka menyampaikan bahwa hingga saat ini hak-haknya belum diberikan dan penderitaan mereka tidak pernah diakui secara formal.
-
Wawancara dengan Wamen HAM: Mugianto menyatakan bahwa pihaknya akan memanggil pihak TSI dan OCI untuk mendengarkan klarifikasi resmi. Pemerintah juga akan berkoordinasi dengan Kementerian PPA, Komnas HAM, dan kepolisian, khususnya karena sebagian besar korban tidak mengetahui identitas asli dan keluarga mereka.
Klarifikasi Tony Sumampau
Menanggapi tudingan ini, Tony Sumampau, pendiri Oriental Circus Indonesia dan pendiri Taman Safari Indonesia, menyatakan bahwa tidak pernah ada penyiksaan sebagaimana yang dituduhkan. Ia mengaku bahwa praktik seperti penyetruman tidak pernah dilakukan, dan jika pun ada kejadian seperti kejutan listrik, itu hanya terkait alat seperti busi motor tua, bukan alat penyiksa.
Tony juga menegaskan bahwa entitas TSI dan OCI berbeda, dan pembangunan Taman Safari bukan karena hasil kerja para korban semata. Namun, pernyataan ini langsung dibantah oleh mantan pemain sirkus seperti Anton, yang mengklaim bahwa TSI berdiri berkat kerja keras para pemain sirkus yang sudah dipaksa bekerja sejak era 1970-an.
Demikian informasi Kenapa Kasus Taman Safari Viral, Begini Kronologi dan Klarifikasinya yang dapat kami sampaikan. Sebagai tindak lanjut dari kasus ini Wakil Menteri HAM menyatakan akan melakukan klarifikasi silang dengan semua pihak dan menekankan pentingnya identitas para korban yang hingga kini masih terputus dari keluarganya.
Proses hukum dan mediasi diharapkan dapat menghadirkan keadilan dan pemulihan hak yang selama ini dituntut para mantan pemain sirkus.